Bosan dengan
profesinya sebagai supir truk, yang sehari-harinya mengemudi dari Osaka hingga
Tokyo atau Nagasaki, mengangkut beban tangki bensin, air atau bahkan
cokelat, Toshifumi Fujimoto memutuskan untuk “berlibur” ke medan perang.
Fujimoto
(45), pria berperawakan cukup gemuk ini benar-benar mengambil resiko dengan
melewati momen-momen yang memacu adrenalin, benar-benar hal yang tak biasa
dalam hidupnya sebelumnya. Pria ini senang menjadi turis perang.
Kebosanannya
menjalani rutinitas sebagai supir telah berganti dengan hari-hari menegangkan
dan “seru” di jalan-jalan Suriah, di mana di negara itu adalah tempat ia
berpetualang saat ini. Tempat baru petualangannya setelah melalui tempat-tempat
konflik lainnya di Timur Tengah, ia mengambil foto dan merekam video sambil
menghindari peluru dengan semangat.
Sebelum
sampai ke Suriah, tahun lalu ia berada di Yaman pada saat demonstrasi rakyat
terjadi di depan kedutaan besar AS di Kairo, Mesir, menyusul jatuhnya presiden
Husni Mubarak. Pada akhir tahun ini, Fujimoto berencana untuk menemui Mujahidin
Taliban di Afghanistan.
Tetapi saat
ini, ia telah dua minggu menikmati tur di kota Aleppo, salah satu tempat perang
tersengit di Suriah,”bermain-main” dengan para Mujahidin di bawah suara
dentuman bom dan tembakan.
Dengan
memakai seragam ala tentara Jepang dan “bersenjatakan” kamera foto dan video,
Fujimoto mendatangi front tempur manapun yang setiap paginya ia bisa
mendokumentasikan perang yang sedang berlangsung di salah satu kota terbesar
Suriah itu.
Fujimoto,
yang tidak bisa berbicara bahasa Inggris, apalagi bahasa Arab, hanya bisa
diwawancarai dengan Google Translate.
“Saya selalu
pergi sendiri, karena tidak ada tur guide yang mau pergi ke front ini. Ini
sangat menarik, dan adrenalin terpacu tidak seperti biasanya,” katanya
bersemangat.
“Di Suriah,
lebih bahaya untuk menjadi wartawan daripada turis,” katanya, menggambarkan
bagaimana “setiap pagi Saya berjalan 200 meter untuk mencapai ‘front’, dan Saya
di sana di jajaran baku tembak bersama para tentara Pembebasan Suriah (FSA).”
“Ini membuat
saya kagum, dan Saya menikmatinya,” katanya. Dalam suatu kesempatan, Fujimoto
juga mengambil foto para Mujahidin Suriah yang bertebaran di jalan-jalan kota
Aleppo.
“Kebanyakan orang mengira Saya ini orang Cina, dan
mereka menyapa saya dengan bahasa Cina,” ungkapnya sambil tersenyum.
Toshifumi
Fujimoto bersama mujahidin suriah
Saat pertempuran
sedang sengit, ia ambil kesempatan untuk mendokumentasikannya, namun jika
situasi bahaya para Mujahidin memperingatkan para warga sipil atau siapapun
yang bukan pejuang untuk menjauh.
Namun ia
sering mengabaikan peringatan dan tetap berusaha mengambil foto yang kemudian
akan ia share di Facebook-nya, ia bahkan tak takut mati.
“Saya
bukanlah target para penembak jitu karena Saya adalah turis, tidak seperti
kalian para jurnalis,” katanya kepada wartawan AFP. “Selain itu, Saya
tidak takut apakah mereka menembak saya atau mereka mungkin membunuh saya. Saya
adalah kombinasi samurai dan kamikaze.”
Fujimoto
bahkan tidak menggunakan helm atau jaket anti peluru sebagai pelindung.
“Itu sangat
berat ketika digunakan untuk berlari dan lebih menyenangkan jika pergi ke front
tanpa apa-apa (pelindung). Selain itu, ketika mereka menembak itu sangat
menyenangkan dan menarik.”
Dalam
foto-foto yang ia share di akun Facebook-nya, terlihat ia sering bersama
Mujahidin dan anak-anak Suriah. Di antara fotonya menunjukkan ia sedang
menembak bersama Mujahidin, namun tak ada keterangan apakah ia sedang belajar
menembak atau turut menembak pasukan rezim.
Fujimoto
mengatakan bahwa majikannya tidak tahu ia sekarang berada di Suriah. “Saya
hanya mengatakan kepada mereka Saya pergi ke Turki untuk berlibur. Jika Saya
mengatakan mereka yang sebenarnya, mereka akan mengatakan kepada saya bahwa
Saya benar-benar gila.”
Toshifumi
Fujimoto bersama mujahidin Suriah (Foto ini diambil dari akun Facebook
Toshifumi Fujimoto)
Mungkin
banyak orang mengatakan ia gila, tetapi orang-orang tidak tahu bahwa
pekerjaannya dan kehidupan keluarganya adalah akar kesedihannya yang membuat ia
ingin mencari hidup baru.
Fujimoto
telah bercerai dengan istrinya, dan mengatakan “Saya tidak memiliki keluarga,
tidak ada teman, tidak ada pacar. Saya sendirian dalam hidup ini.”
Tetapi ia
memiliki tiga anak perempuan, yang tidak pernah ia lihat selama lima tahun,
“bahkan tidak di Facebook atau Internet, tidak ada. Dan itu adalah kesedihan
saya yang mendalam,” katanya sambil mengusap air matanya.
Sebab itulah
ia membayar asuransi jiwa, dan “Saya berdoa setiap hari bahwa, jika sesuatu
terjadi pada saya, gadis-gadis daya mungkin akan mendapatkan uang asuransi dan
mampu hidup dengan nyaman.”
Fujimoto
tidak menjual foto-foto atau rekaman yang ia ambil selama turnya di medan
perang ini, dan ia telah menghabiskan uang hingga USD 2.500 dari kantong
pribadinya untuk terbang ke Turki. Kemudian mengeluarkan USD 25 sehari untuk
biaya penginapan di sana.
Selama di
Aleppo, ia telah mendatangi berbagai medan tempur, seperti di distrik Amariya,
Salahuddin, Saif al-Dawlah, Izza. Dan meskipun ia senang mengambil gambar di
tempat konflik ini dan menyebarkannya, tetapi ada gambar yang membuatnya
terpaku dan menyangkut dalam pikirannya.
Ketika ia
membuka file di laptopnya, ia menunjukkan sebagian tubuh anak perempuan kecil
berusia 7 tahun membusuk di Saif al-Dawlah, karena ditembak oleh penembak jitu
rezim. Ia membayangkan, betapa sedihnya kehilangan puteri yang dicintai.
“Saya cinta
anak-anak, tetapi Suriah bukanlah tempat bagi mereka. Sebuah bom bisa
menghabisi nyawa mereka kapan saja,” katanya yang kemudian diajak oleh
mujahidin untuk bergabung dengan mereka di Salahuddin dan segera turun ke jalan
menuju tempat di mana suara tembakan terdengar untuk melanjutkan “liburannya”
di mana ia bisa merasakan hidup yang lebih hidup.
Inilah
Fujimoto, orang Jepang yang rela menghabiskan uang untuk pergi ke medan perang.
Demi mencari kehidupan yang lebih hidup, melupakan segala kepenatan dan
kesedihan dalam hidupnya. Tak takut mati atau takut rugi harta.
Namun bagi
seorang Muslim, medan Jihad bukanlah layaknya film action di Hollywood
yang hanya untuk ditonton, atau “tempat wisata” yang hanya untuk “refreshing.”
Ada perniagaan sejati yang menggiurkan di sana yang ditawarkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
“Hai
orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang
dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah
dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni
dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga
‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (Q.S Ash-Shaff [61]: 10-12).
Maka tidak
tertarikkah dengan janji ini?
“Dan
siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah ?” (Q.S An-Nisaa’ [4]: 87)
sumber: http://www.arrahmah.com