Tuesday, 6 August 2013

Mengenal Toshifumi Fujimoto, sang dokomenasi FSA di syiria dari Jepang

  


Bosan dengan profesinya sebagai supir truk, yang sehari-harinya mengemudi dari Osaka hingga Tokyo atau Nagasaki, mengangkut beban tangki bensin, air atau bahkan cokelat, Toshifumi Fujimoto memutuskan untuk “berlibur” ke medan perang.

Fujimoto (45), pria berperawakan cukup gemuk ini benar-benar mengambil resiko dengan melewati momen-momen yang memacu adrenalin, benar-benar hal yang tak biasa dalam hidupnya sebelumnya. Pria ini senang menjadi turis perang.
Kebosanannya menjalani rutinitas sebagai supir telah berganti dengan hari-hari menegangkan dan “seru” di jalan-jalan Suriah, di mana di negara itu adalah tempat ia berpetualang saat ini. Tempat baru petualangannya setelah melalui tempat-tempat konflik lainnya di Timur Tengah, ia mengambil foto dan merekam video sambil menghindari peluru dengan semangat.
Sebelum sampai ke Suriah, tahun lalu ia berada di Yaman pada saat demonstrasi rakyat terjadi di depan kedutaan besar AS di Kairo, Mesir, menyusul jatuhnya presiden Husni Mubarak. Pada akhir tahun ini, Fujimoto berencana untuk menemui Mujahidin Taliban di Afghanistan.
Tetapi saat ini, ia telah dua minggu menikmati tur di kota Aleppo, salah satu tempat perang tersengit di Suriah,”bermain-main” dengan para Mujahidin di bawah suara dentuman bom dan tembakan.
Dengan memakai seragam ala tentara Jepang dan “bersenjatakan” kamera foto dan video, Fujimoto mendatangi front tempur manapun yang setiap paginya ia bisa mendokumentasikan perang yang sedang berlangsung di salah satu kota terbesar Suriah itu.
Fujimoto, yang tidak bisa berbicara bahasa Inggris, apalagi bahasa Arab, hanya bisa diwawancarai dengan Google Translate.
“Saya selalu pergi sendiri, karena tidak ada tur guide yang mau pergi ke front ini. Ini sangat menarik, dan adrenalin terpacu tidak seperti biasanya,” katanya bersemangat.
“Di Suriah, lebih bahaya untuk menjadi wartawan daripada turis,” katanya, menggambarkan bagaimana “setiap pagi Saya berjalan 200 meter untuk mencapai ‘front’, dan Saya di sana di jajaran baku tembak bersama para tentara Pembebasan Suriah (FSA).”
“Ini membuat saya kagum, dan Saya menikmatinya,” katanya. Dalam suatu kesempatan, Fujimoto juga mengambil foto para Mujahidin Suriah yang bertebaran di jalan-jalan kota Aleppo.
“Kebanyakan orang mengira Saya ini orang Cina, dan mereka menyapa saya dengan bahasa Cina,” ungkapnya sambil tersenyum.



Toshifumi Fujimoto bersama mujahidin suriah  
Saat pertempuran sedang sengit, ia ambil kesempatan untuk mendokumentasikannya, namun jika situasi bahaya para Mujahidin memperingatkan para warga sipil atau siapapun yang bukan pejuang untuk menjauh.
Namun ia sering mengabaikan peringatan dan tetap berusaha mengambil foto yang kemudian akan ia share di Facebook-nya, ia bahkan tak takut mati.
“Saya bukanlah target para penembak jitu karena Saya adalah turis, tidak seperti kalian para jurnalis,” katanya kepada wartawan AFP. “Selain itu, Saya tidak takut apakah mereka menembak saya atau mereka mungkin membunuh saya. Saya adalah kombinasi samurai dan kamikaze.”
Fujimoto bahkan tidak menggunakan helm atau jaket anti peluru sebagai pelindung.
“Itu sangat berat ketika digunakan untuk berlari dan lebih menyenangkan jika pergi ke front tanpa apa-apa (pelindung). Selain itu, ketika mereka menembak itu sangat menyenangkan dan menarik.”
Dalam foto-foto yang ia share di akun Facebook-nya, terlihat ia sering bersama Mujahidin dan anak-anak Suriah. Di antara fotonya menunjukkan ia sedang menembak bersama Mujahidin, namun tak ada keterangan apakah ia sedang belajar menembak atau turut menembak pasukan rezim.
Fujimoto mengatakan bahwa majikannya tidak tahu ia sekarang berada di Suriah. “Saya hanya mengatakan kepada mereka Saya pergi ke Turki untuk berlibur. Jika Saya mengatakan mereka yang sebenarnya, mereka akan mengatakan kepada saya bahwa Saya benar-benar gila.”


Toshifumi Fujimoto bersama mujahidin Suriah (Foto ini diambil dari akun Facebook Toshifumi Fujimoto)

Mungkin banyak orang mengatakan ia gila, tetapi orang-orang tidak tahu bahwa pekerjaannya dan kehidupan keluarganya adalah akar kesedihannya yang membuat ia ingin mencari hidup baru.
Fujimoto telah bercerai dengan istrinya, dan mengatakan “Saya tidak memiliki keluarga, tidak ada teman, tidak ada pacar. Saya sendirian dalam hidup ini.”
Tetapi ia memiliki tiga anak perempuan, yang tidak pernah ia lihat selama lima tahun, “bahkan tidak di Facebook atau Internet, tidak ada. Dan itu adalah kesedihan saya yang mendalam,” katanya sambil mengusap air matanya.
Sebab itulah ia membayar asuransi jiwa, dan “Saya berdoa setiap hari bahwa, jika sesuatu terjadi pada saya, gadis-gadis daya mungkin akan mendapatkan uang asuransi dan mampu hidup dengan nyaman.”
Fujimoto tidak menjual foto-foto atau rekaman yang ia ambil selama turnya di medan perang ini, dan ia telah menghabiskan uang hingga USD 2.500 dari kantong pribadinya untuk terbang ke Turki. Kemudian mengeluarkan USD 25 sehari untuk biaya penginapan di sana.
Selama di Aleppo, ia telah mendatangi berbagai medan tempur, seperti di distrik Amariya, Salahuddin, Saif al-Dawlah, Izza. Dan meskipun ia senang mengambil gambar di tempat konflik ini dan menyebarkannya, tetapi ada gambar yang membuatnya terpaku dan menyangkut dalam pikirannya.
Ketika ia membuka file di laptopnya, ia menunjukkan sebagian tubuh anak perempuan kecil berusia 7 tahun membusuk di Saif al-Dawlah, karena ditembak oleh penembak jitu rezim. Ia membayangkan, betapa sedihnya kehilangan puteri yang dicintai.
“Saya cinta anak-anak, tetapi Suriah bukanlah tempat bagi mereka. Sebuah bom bisa menghabisi nyawa mereka kapan saja,” katanya yang kemudian diajak oleh mujahidin untuk bergabung dengan mereka di Salahuddin dan segera turun ke jalan menuju tempat di mana suara tembakan terdengar untuk melanjutkan “liburannya” di mana ia bisa merasakan hidup yang lebih hidup.
Inilah Fujimoto, orang Jepang yang rela menghabiskan uang untuk pergi ke medan perang. Demi mencari kehidupan yang lebih hidup, melupakan segala kepenatan dan kesedihan dalam hidupnya. Tak takut mati atau takut rugi harta.
Namun bagi seorang Muslim, medan Jihad bukanlah layaknya film action di Hollywood yang hanya untuk ditonton, atau “tempat wisata” yang hanya untuk “refreshing.” Ada perniagaan sejati yang menggiurkan di sana yang ditawarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (Q.S Ash-Shaff [61]: 10-12).

Maka tidak tertarikkah dengan janji ini?

“Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah ?” (Q.S An-Nisaa’ [4]: 87)

sumber: http://www.arrahmah.com