Tuesday 22 January 2013

ILMU LINGKUNGAN (ENVIRONMENTAL SCIENCE) DALAM ARSITEKTUR


A.        Pengertian Ilmu Lingkungan atau Environmental Science
Ilmu lingkungan atau Environmental Science (ES) merupakan suatu ilmu yang mempelajari interaksi antara komponen – komponen fisik, kimia dan biologi yang ada di lingkungan serta merupakan suatu disiplin ilmu yang saling melengkapi dengan ilmu alam, ilmu teknik dan ilmu sosial. Dalam keterkaitannya dengan Ilmu lingkungan, ESberfokus pada polusi dan penurunan kualitas lingkungan yang berhubungan dengan aktivitas manusia yang berpengaruh pada perubahan biologis dan lingkungan berkelanjutan, serta melibatkan aspek ilmu ekonomi, ilmu hukum dan ilmu – ilmu sosial. Keseluruhan aspek ilmu tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan berpengaruh pada lingkungan.

Ilmu lingkungan dalam konteks arstitektur erat kaitannya dengan istilah Ecological Design atau Arsitektur Ekologis, dimana dalam setiap perencanaan arsitektur selalu mempertimbangkan kaidah atau aspek lingkungan yang ada untuk dapat memberikan kontribusi di dalam pembangunan sehingga mampu meminimalkan dampak negatif dalam pembangunan demi kelestarian lingkungan dan alam tetap terjaga. Dalam hal ini konteks ilmu lingkungan tidak lepas dari prilaku manusia itu sendiri sebagai suatu komponen lingkungan yang paling dominan karena manusia senantiasa mengolah, mengambil dan mengembangkan sesuatu yang ada di alam itu sendiri. Untuk mencapai keseimbangan lingkungan tentu diperlukan kesadaran dari manusia agar merasa memiliki dan mencintai segenap makhluk hidup dan alam lingkungannya sebagai tempat hidupnya.

Konsep arsitektur ekologis mengandung bagian – bagian, antara lain :
arsitektur biologis yaitu arstektur kemanusiaan yang memperhatikan kesehatan, arsitektur alternatif yaitu pemikiran akan penggunaan energi alternatif lainnya namun tetap memperhatikan kaidah lingkungan, arsitektur matahari yaitu arsitektur yang memanfaatkan energi surya, arsitektur bionik dikaitkan dalam bidang teknik sipil dan konstruksi yang memperhatikan kesehatan manusia, serta biologi pembangunan.






B.        Isu – Isu Tentang Perusakan Lingkungan Dewasa Ini

Beberapa isu – isu tentang perusakan lingkungan yang sedang gencar – gencarnya dibahas oleh berbagai pihak yang peduli dan prihatin akan kondisi lingkungan saat ini sedang menjadi topik dunia. Berbagai jenis revolusi dan gerakan cinta lingkungan telah digerakkan untuk menjadi sesuatu yang benar – benar dipikirkan untuk masa depan. Seperti contoh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Green Peace, Green Light, Green Movie Community, dan sebagainya. Berbagai inti permasalahan lingkungan digali dari segi sosial, politik, hukum dan ekonomi. Karena keseluruhan aspek ilmu menimbulkan sebab dan akibat yang saling berhubungan dengan lingkungan. DalamMajalah Sustainable Constuction dijelaskan apa saja yang menjadi penyumbang perusakan lingkungan, dantaranya:

1.         Pertambahan jumlah populasi manusia dimuka bumi
Jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan semakin sesaknya populasi penduduk dunia, hal ini menyebabkan bumi tidak sanggup lagi menampung ledakan populasi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Kepadatan penduduk menyebabkan kebutuhan konsumsi semakin tinggi. Berbagai rentetan sosial seperti pengangguran, kelaparan, serta penyakit – penyakit lain yang timbul akibat lingkungan pemukiman yang tidak layak huni. 

2.         Eksploitasi dan konsumsi sumber daya yang berlebihan
Keinginan manusia untuk meningkatkan kenyamanan hidup menyebabkan mereka selalu ingin mengambil sumber daya alam secara terus – menerus, selain itu dituntut pula dengan kecepatan yang semakin lama semakin tinggi. Adanya teknologi menyebabkan perubahan gaya hidup, dan sekarang manusia tidak puas memiliki hunian secukupnya. Hal ini berdampak pada pemikiran mereka untuk menggunakan tanah semaksimal mungkin untuk bangunan karena harga tanah yang semakin menjulang tinggi. Lama kelamaan ruang terbuka hijau akan semakin berkurang. 

3.         Sumber daya yang tak terbaharukan
Gas bumi dan biji besi merupakan dua contoh sumber daya yang tak terbaharukan. Kayu merupakan salah satu sumber daya yang sangat lama terbaharukan dan kini kayu menjadi material yang tidak sustainable karena tidak mudah terbaharukan. Eksploitasi besar-besaran menyebabkan kita kehabisan sumber daya dengan sangat cepat. Kasus kebakaran, pencurian dan penebangan pohon mengakibatkan hutan tidak sanggup lagi menyerap CO2 dan mengolahnya menjadi H2O. 

4.         Proses pengolahan dan transportasi
Proses pengolahan dan pengangkutan bahan mentah yang bersumber dari alam menyebabkan perlunya energi dan bahan bakar yang sangat banyak. Yang pada akhirnya berakibat timbulnya emisi atau gas buangan hasil proses pembakaran energi. 

5.         Pemanasan Global
Konsumsi manusia dalam pengambilan sumber daya, penggunaan transportasi, kapadatan penduduk, pembabatan hutan dan lain sebagainya menyebabkan meningkatnya konsentrasi CO2. Atmosfer di lapisan bumi menjadi menipis dan semakin tebalnya kadar CO2 di udara, sehingga panas matahari terperangkap yang kemudian menyebabkan terganggunya pelepasan panas dari bumi ke luar atmosfer. Hal inilah disebut dengan pemanasan global atau Global Warming, dengan efek yang menyebabkan perubahan iklim yang cukup drastis. 



6.         Konstruksi, menyumbang kerusakan lingkungan terbesar.
Kontribusi bidang konstruksi terhadap kerusakan alam antara lain : dimulai dari pengambilan material dari berbagai sumber terkait dengan proses pengangkutannya, pengolahan material – material yang akan dipergunakan, pendistribusian material jadi dari sumbernya ke pemakai, proses konstruksi itu sendiri, pengambilan lahan untuk bangunan, dan konsumsi energi yang dimulai saat bangunan dipakai. Secara global sector konstruksi mengonsumsi 50% sumber daya alam, 40% energi, dan 16% air. Konsruksi juga menyumbangkan emisi CO2 terbanyak, yaitu 45%. Hal ini menandakan bahwa dalam pembangunan kita tidak lagi meningkatkn kualitas hidup kita, sebab kerusakan alam yang terjadi sebagai akibatnya sama dengan penurunan kualitas manusia. Dalam hal ini untuk pemecahan bidang konstuksi sangat diperlukan langkah yang bijaksana untuk menerapkan konstruksi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dimana konstruksi tersebut berusaha meminimalisasi kerusakan yang ada di alam.
Dalam pengambilan material untuk pembangunnan diperlukan pemikiran transportasi untuk meminimalisasi perusakan lingkungan.

Dampak daripada konstruksi menurut data-data dari Alex Bueci dalam workshop PT. Holcim Indonesia ditampilkan bahwa konstruksi mengonsumsi 50% hasil alam, 40% energi, dan 16% air. Limbah akibat konstruksi baik untuk pembangunan dan peruntuhan jauh lebih banyak dibandingkan gabungan volume seluruh limbah rumah tangga. Dan secara keseluruhan kegiatan konstruksi menyumbangkan 45% emisi CO2, melebihi gabungan antara transportasi dan industry lain. 


C.        Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menuju Arsitektur Berwawasan Lingkungan 

Dalam buku Dasar–dasar Eko-arsitektur dijelaskan bagaimana konsep arsitektur berwawasan lingkungan serta kualitas konstruksi dan bahan bangunan untuk rumah sehat dan dampaknya terhadap kesehatan manusia. Dalam penerapannya, alam merupakan suatu pola perencanaan eko-arsitektur. Lingkungan alam sebagai makrokosmos dan lingkungan buatan (rumah) sebagai mikrokosmos. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pola perencanaan eko arsitetur antara lain: 
1.         Penyesuaian terhadap lingkungan alam setempat. Perencanaan pembangunan hendaknya mmperhatikan orientasi terhadap sinar matahari, arah angin, perubahan suhu siang dan malam serta penggunaan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Hal ini dilakukan sebagai suatu usaha untuk menghemat energi. 
2.         Menghemat sumber energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan mengirit penggunaan energi. Beberapa hal yang bisa dilakuan antara lain dengan meminimalisasi penggunaan energi untuk alat pendingin, optimalisasi pada penggunaan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui, menggunakan energi alternatif dan energi surya. 
3.         Memelihara sumber lingkungan udara, tanah, dan air yaitu dengan memperhatikan berbagai aspek bahan pencemar yang bisa mengganggu peredaran air, kebersihan udara dan tanah. 
4.         Memelihara dan memperbaiki peredaran alam. Setiap aktivitas manusia harus memperhatikan semua ekosistem yang harus dimengerti sebagai suatu peredaran di alam dan manusia tidak boleh merusaknya. Contoh : dalam kegiatan penggunaan bahan bangunan harus memperhatikan rantai bahannya sehingga tetap berfungsi juga sebagai peredaran. 
5.         Mengurangi ketergantungan pada sistem pusat energi (listrik, air) dan limbah (air limbah, sampah). 
6.         Penghuni ikut serta secara aktif pada perencanaan pembangunan, dan pemeliharaan perumahan. 
7.         Tempat kerja dan pemukiman dekat. Hal ini dimaksudkan agar akses atau pencapaian dari rumah ke tempat kerja bisa dilakukan dengan berjalan kaki atau bersepeda sehingga mampu mengurangi emisi atau gas buangan yang terlalu banyak dari kendaraan bermotor. 
8.         Kemungkinan penghuni menghasilkan sendiri kebutuhannya sehari – hari. 
9.         Menggunakan teknologi sederhana yaitu dapat dilakukan dengan cara menggunakan teknologi mudah dirawat dan dipelihara serta sesuai dengan teknologi pertukangan.

Konsep arsitektur ekologis adalah memperhatikan prinsip-prinsip ekologis pada perencanaan lingkungan buatan. Seperti pada gambar di dibawah, peredaran yang ada di lingkungan baik berupa pemanfaatan sinar matahari, udara, air hujan dan tanaman dimanfaatkan sebaik mungkin untuk perencanaan suatu bangunan.





Referensi:
·         Frick H, FX Bambang Suskiyanto, (1998), Dasar-dasar Eko-arsitektur, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 
·         Akmal Imelda Studio Architecture, (2007), Sustainable Constuction, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 
·         Armansyah A & Munggoro W, (2008), Menjadi Environmentalis Itu Gampang!, Penerbit WALHI, Jakarta. 
·         Wanda Widigdo C, Pendekatan Ekologi pada Rancangan Arsitektur, sebagai upaya mengurangi Pemanasan Global, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, UK Petra. 

Sumber:
http://luhputuwidhiari.blogspot.com/2009/09/ilmu-lingkungan-environmental-science.html